-->
logo blog

Saat Sang Jenderal 'Dipecat' oleh Pimpinannya untuk Selamanya

Saat Sang Jenderal 'Dipecat' oleh Pimpinannya untuk Selamanya

kisah khalid bin walid diberhentikan dari panglima
Ilustrasi Khalid bin Walid
Siapa yang tak mengenal panglima perang, Khalid bin Walid. Beliau adalah saifullah (pedang Allah) yang memporak-porandakan musuh-musuh Islam dengan sangat garang. Tidak ada peperangan yang dipimpin langsung oleh beliau kecuali mendapatkan kemenangan yang sangat gemilang. Pasukan muslim pun sangat senang dan bangga memiliki seorang panglima perang yang gagah berani dan pandai siasat tersebut. Hampir semua penaklukan Islam semenjak masa Rasulullah hingga masa Khalifah Umar, panglima Khalid menjadi yang terdepan.

Namun sejarah mencatat bahwa akhir hidup sang jenderal tidak berakhir di medan pertempuran, namun di atas dipan. Hal itu pulalah yang menjadikan sang jenderal 'menangis'. Mengapa demikian? Karena beliau sebelum ajal menjemput telah diberhentikan oleh pimpinannya dari tugas kemiliteran. Untuk mengetahui kisahnya, berikut adalah liku-liku kehidupan sang Jenderal.

Pemecatan Khalid yang Pertama


Semasa khalifah Umar bin Khattab, Khalid bin Walid mengalami pemecatan dua kali. Pertama adalah ketika dia menjabat sebagai panglima perang dan gubernur Syam. Pemecatan tersebut terjadi pada tahun 13 H, tepatnya satu hari setelah pengangkatan Umar bin Al-Khattab sebagai khalifah menggantikan Abu Bakar radiyallahuanhu.

Pemecatan tersebut dilatarbelakangi perbedaan pendapat antara Umar bin Al-Khattab dan Abu Bakar dalam memberi kebebasan bertindak terhadap gubernur dan pegawai. Abu Bakar memberikan kebebasan penuh kepada para gubernur dalam menerapkan kebijaksanaannya. Abu Bakar hanya mensyaratkan kepada mereka agar merealisasikan keadilan secara sempurna baik antara kelompok atau individu.

Dia tidak mempermasalahkan, apakah kendali dalam menerapkan keadilan berada di tangannya atau gubernurnya. Menurutnya seorang gubernur memiliki hak untuk mengurusi wilayahnya tanpa harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan khalifah dalam masalah-masalah yang bukan prinsip. Menurut Abu Bakar, seseorang tak harus dipecat dari jabatannya jika menerapkan kebijakan dalam bidang harta atau lainnya, sepanjang keadilan tetap berjalan.

Sementara Umar bin Al-Khattab pernah memberi masukan kepada Abu Bakar agar menulis surat kepada Khalid bin Walid supaya ia tidak memberikan kambing atau onta tanpa seizinnya. Akan tetapi Khalid bin Walid kemudian membalas surat kepada Abu Bakar yang berisi:

Jika engkau menginginkan supaya saya masih menjabat sebagai panglima perang, maka biarkanlah aku berbuat sesuai kebijaksanaanku. Jika tidak, maka terserah engkau melakukan sesuai kebijaksanaanmu.

Setelah itu Umar Al-Faruq pun mengusulkan kepada Abu Bakar untuk memecat Khalid bin Walid. Akan tetapi Abu Bakar tetap membiarkan Khalid bin Walid menjabat sebagai panglima perang.

Setelah Umar bin Al-Khattab diangkat sebagai khalifah, dia tetap berpandangan bahwa seorang khalifah harus membatasi gubernur dalam menjalankan tugasnya. Seorang gubernur harus melaporkan kepada khalifah segala sesuatu yang terjadi. Khalifah mempertimbangkan laporan tersebut dan kemudian menentukan keputusannya. Seorang gubernur harus menaati semua perintah. Khalifah bertanggung jawab terhadap tugasnya sendiri dan tugas para gubernur.

Ketika Umar bin Al-Khattab diangkat sebagai khalifah, dia bermaksud mengharuskan semua pejabatnya agar menerapkan semua kebijaksanaanya. Sebagian pejabat setuju dengan pendapatnya dan sebagian yang lain menolak. Dia antara pejabat yang menolak kebijaksanaannya adalah Khalid bin Walid.

Lebih dahulu, Umar bin Al-Khattab meminta kepada Khalid bin Walid untuk melaksanakan perintahnya. Akan tetapi Khalid bin Walid menolaknya. Bahkan, sebagaimana pada masa Abu Bakar mengirim surat kepadanya, Khalid bin Walid meminta kepada Umar bin Al-Khattab untuk membiarkannya melakukan sesuai kebijaksanaannya. Akan tetapi Umar Al-Faruq menolak ide Khalid bin Walid tersebut.

Umar bin Al-Khattab memecat Khalid bin Walid karena suatu kebijakan yang diterapkan olehnya. Seorang pemimpin negara berhak untuk mengatur pemerintahan. Dan pada dasarnya tanggungjawab urusan pemerintahan berada di pundak kepala negara.

Dan Khalid bin Walid pun menerima pemecatan dirinya dengan hati yang lapang. Dia tetap bersedia berperang di bawah komando, Abu Ubaidah, penggantinya selama enam tahun lamanya. Dan selama itu dia tidak pernah berselisih dengan Abu Ubaidah. Khalid bin Walid juga tidak mengingkari kemuliaan akhlak Abu Ubaidah, dan ia selalu menghormatinya. Khalid selalu pergi bersamanya, mengikuti perintahnya, menghormati pendapat-pendapatnya dan selalu mendahulukan keputusannya.

Sikap Khalid bin Walid ini menunjukkan atas ketulusan hatinya dalam berjuang. Atas jasanya, pasukan Islam berhasil menaklukkan Damaskus dan Qinsirin. Sikap yang ditunjukkan Khalid setelah pemecatannya menunjukkan atas kemuliaan jiwanya. Dia tetap Khalid bin Walid, pedang Allah, baik sebagai komandan atau anggota pasukan.

Khalid bin Walid Dipecat untuk Selamanya


Khalid bin Walid kembali diuji dengan pemecatannya yang kedua. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 17 H. Saat itu beliau sedang berada di Qinsirin. Jika pemecatan yang pertama, beliau dipecat dari jabatan panglima dan Gubernur, sehingga beliau masih bisa mengikuti peperangan walau menjadi pasukan biasa. Maka pemecatan yang kedua ini mengakibatkan beliau harus berhenti dari kegiatan kemiliteran.

Amirul Mukminin mengetahui bahwa Khalid bin Walid dan Iyadh bin Ghanam melakukan penyerangan terhadap Romawi sampai masuk jauh ke dalam wilayah mereka. Pasukan keduanya membawa harta rampasan perang yang banyak. Setelah itu orang-orang dari berbagai wilayah Syam datang untuk meminta harta rampasan kepada Khalid bin Walid, di antaranya Asy’ats bin Qais Al-Kindi. Khalid bin Walid memberikan kepadanya 10.000 dirham, dan hal ini diketahui oleh Amirul Mukminin.

Mengetahui peristiwa itu, Umar Al-faruq menulis surat kepada Abu Ubaidah, panglima angkatan bersenjata di Syam. Dia meminta Abu Ubaidah agar memeriksa Khalid bin Walid tentang sumber harta yang ia berikan kepada Asy’ats. Umar kemudian memberhentikan Khalid bin Walid dari jabatan militer untuk selamanya.

Khalid bin Walid Diadili di Madinah


Khalid bin Walid diminta datang ke Madinah untuk melakukan pemeriksaan. Ia diperiksa dihadapan Abu Ubaidah. Abu Ubaidah menyerahkan urusan pemeriksaan terhadap kurir Khalifah. Sementara kurir khalifah menyerahkan urusan pemeriksaan kepada mantan budak Abu Bakar.

Selesai pemeriksaan terbukti bahwa Khalid bin Walid tidak melakukan suatu kesalahan. Pemberian uang sebanyak 10.000 dirham dari harta rampasan perang terhadap Asy’ats yang dilakukannya sudah sesuai dengan prosedur.

Seusai pemecatannya, Khalid bin Walid berpamitan kepada penduduk Syam. Dan yang cukup berat baginya adalah perpisahan antara komandan perang dengan pasukannya.  Di Hadapan orang-orang dia berkata:

Sesungguhnya Amirul Mukminin telah menugaskanku menjadi komandan perang di Syam dan memecatku ketika datang musim panen gandum dan madu.

Kemudian ada seorang lelaki yang bangkit dan berkata kepadanya, “Sabarlah wahai komandan. Sesungguhnya jabatan adalah cobaan.” Khalid bin Walid menjawab, “Selagi Umar bin Al-Khattab masih hidup, saya tidak akan memangku jabatan lagi."

Khalid kemudian berangkat ke Madinah menemui Amirul Mukminin. Amiril Mukminin berkata, “Wahai Khalid, sesungguhnya engkau di sisiku sangatlah mulia dan engkau adalah kekasihku.” Umar juga menulis surat yang dikirimkan ke berbagai wilayah sbb:

Sesungguhnya aku memecat Khalid bin Walid bukan karena aku benci kepadanya atau dia berkhianat. Akan tetapi orang-orang terlalu menghormatinya. Saya khawatir mereka akan menggantungkan kemenangan dalam medan pertempuran terhadap dirinya. Saya juga berharap mereka mengetahui bahwa Allah lah yang memberikan kemenangan. Saya juga berharap supaya mereka tidak tergoda dengan kehidupan dunia.

Khalid bin Walid Kembali ke Hadapan Tuhannya


Saat kematian hendak menjemputnya, Khalid bin Walid berkata, “Aku telah turut serta dalam 100 perang atau kurang lebih demikian. Tidak ada satu jengkal pun di tubuhku, kecuali terdapat bekas luka pukulan pedang, hujaman tombak, atau tusukan anak panah. Namun lihatlah aku sekarang, akan wafat di atas tempat tidurku. Maka janganlah mata ini terpejam (wafat) sebagaimana terpejamnya mata orang-orang penakut. Tidak ada suatu amalan yang paling aku harapkan daripada laa ilaaha illallaah, dan aku terus menjaga kalimat tersebut (tidak berbuat syirik).”

Pada tanggal 18 Ramadhan 21 H, Khalid bin al-Walid wafat. Umar bin al-Khattab sangat bersedih dengan kepergian Sang Pedang Allah. Ketika ada yang meminta Umar agar menenangkan wanita-wanita Quraisy yang menangis karena kepergian Khalid, Umar berkata, “Para wanita Quraisy tidak harus menangisi kepergian Abu Sulaiman (Khalid bin al-Walid).”

Setelah wafatnya, Khalid mendermakan senjata dan kuda tunggangannya untuk berjihad di jalan Allah. (Diolah dari berbagai sumber)

Share this:

Artikel Menarik Lainnya

Show comments
Hide comments

No comments

Silahkan berkomentar dengan baik.

Info Pendidikan